Pandangan yang populer dalam budaya kita saat ini adalah: Anda sudah bekerja keras terlalu lama, mengorbankan keinginan dan kepentingan Anda untuk melakukan apa yang diperlukan orang lain dari Anda, dan saat tiba waktunya untuk berhenti, Anda harus memberi penghargaan pada diri Anda sendiri. Anda layak mendapatkannya. Dan saat Anda berbaring di depan kolam dengan minuman dingin dan majalah, Anda ingat bahwa untuk inilah Anda bekerja, tidak ada yang lebih baik dari ini.
Dalam pekerjaan, bahkan walaupun saya berusaha melakukan yang terbaik, saya sering bekerja untuk alasan-alasan yang egois. Saya bekerja dengan baik bukan untuk kepentingan Tuhan, tapi karena saya menginginkan atasan saya dan orang lain mempunyai "image" yang baik tentang saya. Saya menginginkan kenaikan gaji, mungkin juga promosi, dan tentu saja rasa hormat yang pantas. Karena pandangan terhadap pekerjaan saya tertuju pada diri saya sendiri - ambisi saya, keinginan untuk dipuji, dikenal, dan gengsi - menyebabkan saya juga mengidolakan waktu istirahat atau santai saya. Akhir pekan adalah waktu milik saya karena hari-hari kerja juga milik saya.
Saya sering mendengar orang-orang berbicara tentang berapa lama mereka harus bekerja keras sampai mereka bisa pensiun dan berhenti. Ini membuat saya menyadari kecenderungan ini dan membuat saya mulai memandang baik hari-hari kerja maupun akhir pekan sebagai waktu yang di"pinjam"kan untuk hidup sepenuhnya untuk kemuliaanNya. Tuhan juga menunjukkan kepada saya bahwa pekerjaan juga adalah anugrah dariNya. Tuhan telah memberi saya kemampuan-kemampuan alamiah dan kesempatan untuk mengasahnya menjadi keahlian. Dengan keahlian ini, Dia menyediakan pekerjaan dimana saya bisa mendemonstrasikan kasih untukNya dan sesama saya dengan menolong mengembangkan suatu layanan jasa atau produk.
Dalam kasus saya, ini berarti program komputer, penelitian, dan mengajar. Untuk yang lain, ini bisa berarti mengembangkan rencana perawatan untuk pasien yang sakit, memperbaiki mobil klien, membantu keuangan keluarga sementara merawat dan mendidik anak-anak kecil, dan sebagainya. Melalui pekerjaan, kita melayani orang lain, membuat produk dan mengantarkan jasa untuk memberkati mereka, dan dimana untuk itu mereka membayar kita, membuat kita dapat membayar tagihan dan pengeluaran kita, membiayai keluarga kita, mendukung gereja dan menolong mereka yang membutuhkan.
Tapi saya menemukan bahwa bahkan saat saya melihat pekerjaan saya sebagai ekspresi penyembahan saya kepada Tuhan, sangat mudah untuk masih melihat akhir pekan sebagai "waktu saya". Dan itu terasa alamiah. Melatih kebiasaan untuk sadar dan memandang rekreasi serta hiburan juga adalah untuk memuliakanNya memang membutuhkan usaha. Tapi jelas sangat penting untuk menjadikan seluruh hidup saya untuk memuliakan Tuhan yang mengajarkan pada kita agar menyimpan harta di Sorga (Mat 6:19-21), bahwa hidup kita tersembunyi dengan Kristus di dalam Allah, dan bahwa Tuhanlah yang dalam kekayaanNya menyediakan segala sesuatu untuk kita nikmati (1 Timotius 6:17). Jadi, bagaimanakah kita bisa mempersembahkan waktu bersantai kita yang singkat kepadaNya?
Pentingnya Rekreasi
Rekreasi sesekali memang diperlukan. Terus menerus bekerja tanpa henti tidaklah efisien, dan lama-kelamaan akan menguras seluruh energi. Tidak pernah berhenti bekerja juga berarti kita telah melupakan bahwa "Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya." (Mazmur 127:1). Dengan kata lain, kita tidak perlu bekerja sedemikian rupa seolah-olah segalanya hanya bergantung pada usaha kita. Dalam kasih karunia Tuhan, sistemnya tidak bekerja seperti itu.
Malahan, kualitas pekerjaan kita (dan tentu saja kesehatan kita) mungkin akan meningkat jika kita bekerja dengan proporsi yang tepat, dengan mengingat kebaikan dan kekuasaan Tuhan. Kebutuhan kita akan refreshing adalah sebuah pengingat bahwa kita adalah manusia yang terbatas, dan hanya Tuhan yang tidak terbatas. Dengan perspektif seperti ini, kita mampu mengambil waktu istirahat untuk menyegarkan kembali jiwa dan tubuh kita. Hanya Tuhan yang tidak membutuhkan istirahat atau tidur (Mazmur 121:4).
Rekreasi Seharusnya Direncanakan
Jika kita mengikuti seminar tentang produktivitas kerja, kita belajar untuk "memulai tugas dengan membayangkah akhirnya". Dengan karakter koleris saya, saya suka membuat prioritas daftar pekerjaan yang harus saya lakukan. Tapi untuk waktu bersantai, saya sudah terlalu lelah untuk berpikir tentang strategi. Saya pikir saya hanya akan mengecek beberapa blog atau beberapa hal lain, dan sebelum saya menyadarinya, saya telah kehilangan beberapa jam yang seharusnya bisa saya habiskan bersama keluarga saya, atau mungkin untuk sekedar berolahraga. Dan hanya sebagian kecil saja yang berguna dan memberikan informasi dari semua yang saya baca itu. Jadi, dengan bantuan Tuhan, saya mencoba untuk menjaga 2 kriteria ini selama waktu rekreasi saya:
Rekreasi VS Hiburan
Rekreasi dan hiburan sama-sama mengalihkan pikiran kita dari pekerjaan. Tapi sementara rekreasi adalah usaha yang mempunyai tujuan untuk mengembalikan atau menyegarkan kembali energi kreatif kita, terlalu banyak hiburan hanya membuat pikiran kita mati rasa, tidak memulihkan energi otak. Faktanya, TV sebenarnya dapat mencegah orang tertidur, sementara membaca (meskipun melibatkan proses pemikiran) menyiapkan tubuh dan pikiran untuk tidur atau istirahat. Saya menemukan bahwa otak saya sebenarnya tidak membutuhkan penghentian rangsangan pikiran, tapi jenis rangsangan yang berbeda (intensitas rangsangan yang lebih rendah). Rekreasi yang saya temukan dalam menulis dan membaca, mungkin ditemukan orang lain dalam merawat kebun atau mendekorasi rumah.
Hobi Yang Dilakukan Sendiri VS Aktivitas Bersama
Ada beberapa manfaat melakukan rekreasi sendiri. Sampai hari ini, saya suka berlari atau jogging dan menggunakannya untuk waktu merenung, berdoa dan membuat rencana. Tapi rekreasi sendirian yang berlebihan dapat menjadi pemicu sikap egois dan mengabaikan tanggung jawab atas orang lain. Meluangkan waktu untuk rekreasi yang memungkinkan kita untuk berhubungan dengan orang lain dapat menjadi jalan tengah yang efektif. Pergi berjalan bersama pasangan, teman, atau anak, mengunjungi museum atau taman, semuanya dapat menyegarkan kita kembali sekaligus dapat menjadi kesempatan untuk mengembangkan hubungan.
Rekreasi Harus Dibatasi
Dalam dosis tinggi, rekreasi cenderung mengubah pemberian dari Tuhan menjadi duatu idola atau berhala. Hati kita berbalik ke dalam dan kita menjadi kebal terhadap kebutuhan orang lain di sekitar kita. Kita berakhir dengan hidup untuk kesenangan diri sendiri, duduk di tepian sementara meninggalkan pekerjaan Kerajaan Allah kepada yang lain. Kita kehilangan sukacita terdalam dan banyak persahabatan yang berharga (Mat 19:29).
Rekreasi Seharusnya Memulihkan Bukannya Mengurangi
Saya sudah menyebutkan bahwa sikap kita terhadap rekreasi seharusnya menjadi salah satu penyembahan kita kepada Tuhan, sebuah kesadaran bahwa "Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya." (Mazmur 127:1). Sebuah kesadaran bahwa Tuhan menciptakan kita sebagai manusia yang terbatas dan bahwa tubuh serta pikiran kita membutuhkan penyegaran kembali. Tapi sama pentingnya, sikap yang kita bawa setelah waktu bersantai selesai seharusnya termasuk rasa syukur untuk pekerjaan yang kita miliki, untuk tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepada kita sebagai bagian dari panggilan kita untuk melayaniNya (1 Petrus 4:10). Kita seharusnya merasakan kebenaran dari kenyataan bahwa rekreasi mewakili penyegaran dan pemulihan sementara, dan pekerjaan adalah bagian utama dari kehidupan ini.
Jadi dalam membuat rencana akhir pekan, saya sekarang memeriksa apakah waktu rekreasi kami merefleksikan prioritas kerajaan Allah. Apakah saya mengejar kesenangan-kesenangan duniawi yang akan menumpulkan kehausan saya akan Tuhan dan memperkecil niat untuk menjadi saksiNya? Ataukah saya mencari kesempatan untuk memberkati orang lain, menjalin hubungan-hubungan yang saling membangun, dan mempertemukan orang-orang yang belum percaya dengan Yesus? Apakah rekreasi kita menyegarkan tubuh, pikiran, dan jiwa kita, mengijinkan kita untuk kembali bekerja dengan enerjik? Apakah rekreasi kita membawa kita mendekat pada Tuhan dan sesama dengan cara-cara yang benar dan kreatif, ataukah dengan cara yang egois dan membuang-buang waktu?
Saya berharap dan berdoa bahwa rekreasi kita semua akan menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan, sama seperti pekerjaan kita, dan bahwa keseluruhan hidup kita akan menjadi ekspresi penyembahan, kepercayaan, dan sukacita dalam Dia yang menyelamatkan kita.